Rabu, 24 November 2010

MENGAPA MASYARAKAT GUNUNG MERAPI ENGGAN MENGUNGSI ?


MENGAPA MASYARAKAT GUNUNG LERENG MERAPI ENGGAN UNTUK MENGUNGSI ?




Gunung Merapi merupakan bagian dari pilar penting warga Yogyakarta
Tigapuluh dua warga sekitar Gunung Merapi meninggal akibat abu panas yang menyembur dari kawah gunung berapi paling aktif di Indonesia ini pada hari Selasa (26/10) sore, padahal seharusnya korban jiwa bisa dihindari.
Letusan Gunung Merapi ini memang sudah diramalkan sejak akhir minggu ketika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menetapkan status siaga setelah terjadi penggembungan kawah.
Media di Indonesia melaporkan status siaga ini membuat pihak berwenang memutuskan agar warga yang berada di lereng gunung itu segera mengungsi sebagai upaya mencegah jatuhnya korban.
Pada hari Senin (25/10) status Gunung Merapi ditingkatkan menjadi awas setelah penggembungan yang lebih cepat dan lebih besar daripada sehari sebelumnya, perintah yang keluar terhadap warga adalah pengungsian.
Korban yang meninggal sebenarnya bisa dihindari jika ada perencanaan
Namun, meninggalknya puluhan warga ketika gunung berapi itu meletus menunjukkan bahwa perintah untuk meninggalkan rumah tidak didengar dan diikuti oleh sebagian besar warga di Gunung Merapi.
Sejumlah warga yang sempat diwawancarai oleh BBC Indonesia dan media lain dikutip mengatakan mereka sedang melakukan aktivitas sehari-hari ketika letusan terjadi, sementara alasan mereka tidak mengungsi meski telah mendapat peringatan adalah tidak percaya peringatan itu akan terjadi karena pada tahun 2006 tidak terjadi letusan padahal mereka sudah mengungsi.
Aspek budaya
Selain itu, menurut pengajar Sosiologi Universitas Gajah Mada, Dr Mohammad Supraja, mengatakan bahwa bagi warga Gunung Merapi merupakan sumber kehidupan yang menjadi sumber nafkah mereka, mulai dari pertanian hingga peternakan.
"Secara kultural ada semacam ikatan kuat antara masyarakat di sana dengan gunung berapi itu karena mereka merasa aman dan nyaman secara ekonomis," ujar Dr Mohammad Supraja kepada BBC Indonesia.
Dengan kata lain mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan sumber mata pencaharian yang sangat penting bagi mereka untuk tinggal di tempat pengungsian.
"Pemerintah tampaknya tidak siap dalam menampung para pengungsi ini," ujar Dr Mohammad Supraja, "Dari kesaksian keluarga Ponimin yang diwawancara bisa didengar bahwa mereka tidak mengungsi karena melihat fasilitas kamp pengungsi yang tidak bisa memberi kesempatan warga untuk menjalankan kehidupan mereka".
Lokasi yang jauh dari pusat kegiatan inti warga membuat mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaan sehari-hari ataupun menjaga harta benda yang ditinggalkan.
Dia menambahkan seharusnya pemerintah sudah memiliki satu rencana yang lebih menyeluruh dan lebih rapih dalam menghadapi satu bencana yang secara ilmiah diketahui akan terjadi.

Dengan kata lain mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan sumber mata pencaharian yang sangat penting bagi mereka untuk tinggal di tempat pengungsian.
Memang semua boleh berpendapat dan beranalisa.
-Dari sudut pandang pemerintah: sudah kewajban untuk menyelamatkan rakyatnya..
-Dari sudut pandang penduduk sekitar merapi: ada yang beralasan belum mendapat perintah dari penguasa merapi, ini tanah hidup matinya, sudah takdir dsb..
Maka banyak banyak orang yang tidak mengerti mengapa mereka ga mau mengungsi padahal jelas2 bahaya di depan mata. Namun tidaklah bijak jika kita mengkritik tanpa memahami apa sich yang buat mereka bertahan (keyakinan, kepercayaan, budaya?)
Memang tidak mudah untuk mengatasi ini. Banyak hal yang harus dimengerti dan dipahami karena mereka penduduk merapi juga punya keyakinan dan kepercayaan yang sudah turun temurun mereka yakini..
Ini tentunya akan menjadi diskusi yang menarik mengingat bangsa kita bangsa yang beraneka ragam kepercayaan dan keyakinan yang luhur warisan nenek moyang yang wajib kita hormati..
Berdasarkan fata yang ada penyebab warga di lereeng merapi enggan mengungsi diakibatkan oleh tingkat kepercayaan warga yang masih tinggi terhadap hal-hal mistis,hal itu dapat terlihat dari tingkat kepercayaan warga terhadap keberaqdaan juru kunci merapi yang dapat mencegah agar merapi tidak meletus,kepercayaan warga terhadapa hal tersebut semakin kuat ketikan merapi yang diisukan akan meletus tahun 2006 ternyata tidak jadi meletus,hal tersebut juga menyebabkan tingkat kepercayaan warga terhadap para ahli geologi dan pemerintah pun juga menurun dan lebih mempercayai sang juru kunci.
Selain itu hal lain yang membuat warga enggan mengungsi adalah warga enggan meninggalkan hewan ternak mereka serta harta benda mereka jadi mereka lebih memilih tinggal di rumah untuk menjaga hewan ternak mereka serta harta benda mereka meskipun para relawan telah membujuk mereka agar cepat mengungsi,akibatnya setelah merapi benar-benar meletus pada sore hari banyak warga yang tidak dapat selamt dari keganasan awan panas merapi atau yang biasa disebut warga setempat sebagai wedus gembel.
Inti permasalahan
Jadi warga di lerang merapi enggan mengungsi dikarenakan oleh tingkat kepercayaan mereka terhadap juru kunci yang masih tinggi serta mereka enggan meninggalkan harta benda mereka dan pergi ke pengungsian.
Faktor lainnya yang menyebabkan warga yang ada dalam zona bahaya tidak mau segera mengungsi adalah adanya keyakinan masyarakat bahwa daerah dimana mereka tinggal tidak akan terkena dampak letusan gunung Merapi.
Contohnya penduduk di desa Kinahrejo, kabupaten Sleman, merasa yakin dan optimis bahwa mereka akan senantiasa terhindar dari ancaman letusan gunung Merapi. Selama ini, desa ini selalu luput dari ancaman lahar panas Merapi. Tapi, apa yang terjadi ? Desa yang terletak 4 km dari puncak gunung Merapi ini luluh lantak terkena terpaan awan panas pada 26 Oktober 2010. 31 orang tewas.
Ratusan warga di kecamatan Selo kabupaten Boyolali juga menolak untuk diungsikan. Mereka bersikeras tidak mau meninggalkan rumah lantaran merasa yakin daerahnya tidak akan terkena dampak letusan gunung Merapi. Padahal, jarak tempat tinggal mereka dengan puncak gunung hanya sekitar 6 km. “Sejak dulu, daerah kami belum pernah terkena lahar atau awan panas Merapi. Daerah kami aman dan kami tidak mau mengungsi.”